Galau,
suatu keadaan yang menggambarkan pikiran yang kacau/ tidak karuan, sumber kegalauan
biasanya sebuah keinginan yang belum tercapai/ terpenuhi, tetapi sangat malu
dan tidak nyaman apabila kegagalan untuk memenuhi keinginan tersebut diketahui
oleh orang lain, dalam kata lain takut dinilai negatif oleh orang,
***
Al-kisah, disebuah desa yang terpencil
yang masyarakatnya masih lugu, ada sebuah keluarga yang sangat terpandang
dimasyarat desa tersebut, sebut saja namanya pak Tedjo, Pak Tedjo memiliki
seorang putri yang bernama Surti, yang merupakan salah satu lulusan Perguruan
Tinggi Ternama di Semarang, setelah Lulus SMU Pak Tedjo ingi Surti menjadi Satu
satunya sarjana dikampungnya, karena saat itu belum ada satupun sarjana
dikampung tersebut, tetapi syang dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru
ternyata Surti Gagal, karena malu dengan warga sekitar yang sudah tahu bahwa
nanti Surti akan kuliah dan menjadi satu-satunya Sarjana dikampung tersebut,
maka Pak Tedjo rela mengeluarkan uang puluhan juta rupiah untuk dapat masuk
perguruan tinggi tersebut dengan cara yang tidak betul,
Saat kuliah surti sering kali gagal dalam
menyelesaikan mata kuliahnya, sehingga surti telat lulus kuliahnya, kareana
malu Putrinya tak jua lulus kuliah, Pak Tedjo pun rela mengeluarkan uang jutaan
rupiah agar puterinya dapat segera lulus dan tidak jadi omongan orang.
Setelah Lulus dan diwisuda sebagai
seorang Sarjana, berbulan-bulan, bahkan sampai tahunan Surti belum juga
mendapatkan pekerjaan, berkali-kali surti menjalani tes untuk masuk kerja
selalu gagal, tidak nyaman mendengar omongan masyarakat ”Percuma, sekolah
tinggi-tinggi hanya menjadi pengangguran” Pak Tedjo pun memasukan Surti Menjadi PNS
memalui jalur yang tidak dibenarkan dengan membayar ratusan jua rupiah kepada
oknum tertentu untuk dapat diterima sebagai PNS. (Kisah ini hanya fiktif, apabila
ada kesamaan cerita mungin karena kisah ini sudah menjadi kebiasaan di
masyarakat)
***
Sering kali kita malu terhadap omongan
orang dibanding malu kepada Allah SWT, kadang kita sangat berani menentang-Nya
hanya untuk mendapat pengakuan HEBAT di mata masyarakat, sering kali orang
mendadak galau apabila mendapati kondisi pertanyaan seperti ini : Kuliah tak
lulus-lulus ditanya Kapan Wisudanya?, Kerjaan tak dapat-dapat di tanya Sudah
Kerja dimana? Gaji pas-pasan sering di tanya Gajimu sekarang sudah berapa?
Jodoh ga datang-datang sering ditanya Kapan Nikahnya? Momongan belum jua di
beri selalu ditannya anaknya sudah berapa? Dst...
Seharusnya kita lebih galau kalau: Subuhnya
Kesiangan, Selalu ketinggalan sholat berjamaah, belum bisa meninggalkan
kemaksiatan, diajak ngaji tak mau ikut, dinasehati tidak mau nurut, lebih
banyak fesbukan daripada rukuk dan sujud.
Seharusnya kita lebih galau dengan
kehidupan setelah mati, karena hidup ini
paling hanya sekita 60 s.d 90 tahun, itupun kalau nyampai. Apabila didunia ada
kekurangan, kelemahan, keterbatasan toh hanya sekitaran umur kita itu, tetapi
bagaimana apabila kita mengabaikan urusan akhirat yang tak terukur wktunya,
masihkah kita galau dengan urusan dunia? Masihkah kita galau dengan reputasi
kita? Masihkah kita galau apabila kita tidak mendapatkan pekerjaan lalau ada
keinginan untuk curang biar bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus dan
terhormat?
Kita masih sering lupa, bahwa yang
terpenting dalam hidup ini bukan seberapa panjang deret gelar yang menempel
pada nama kita, tetapi seberapa bijakah dengan ilmu yang kita miliki, terkadang
ada seorang yang sudah haji tersinggung apabila tidak di panggil dengan sebutan
pak haji atau Ibu Hajah, paahal haji adalah salah satu rukun islam yang wajib
dilaksanakan bagi yang mamapu, sama juga halnya sholat dan Zakat, orang yang
sudah sholat pun tak marah kalau tidak dipanggil dengan Musholi, orang yang
sudah berzakatpun tiak pernah marah apabila tidak dipanggil dengan Bapak/ Ibu
Muzaki, jadi gelar seseorang belum tentu berbanding lurus dengan
keilmuan dan ketakwaan yang dimiliki oleh orang tersebut.
Sesungguhnya ukuan itu bukan dari
seberapa banyak Tabungan Kita, bukan seberapa mewah kendaraan kita, bukan dari
apa Profesi kita, bukan dari membesarnya Usaha kita, bukan dari melesatnya
Karir kita, bukan dari besarnya penghasilan kita, Keberkahan Rizki itu hadir
dari rasa syukur atas seluruh yang terkarunia pada diri kita, dari tingkat
kedermawanan kita dan rasa berbagi,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar