Ada
Fenomena unik yang terjadi dalam realitas sosial bangsa kita, dimana kita
bangsa indonesia tidak mampu menjadi tuan di rumah kita sendiri, yang
penduduknya sebagaian besar muslim, ada apa dengan Bangsa kita ini?
Setiap
kita melihat perumahan Elite di daerah kota kita, coba amati siaapa Tuannya dan
sipa pembaantunya?
Kemudaian coba kita bejalan di swalayan/ di mal-mal
disana kita dapat lihat sipa pembelinya dan siapa pelayaananya serta siapa
Bosnya ?
Atau
Lihat Hotel-hotel berbintang kita dapat lihat siapa tamunya disana dan siapa
Pelayannya disana?
Ceba
sesekali ke restorn tang mewah lalu amati siapa tukang cuci piringnya dan siapa
pembeli dan sipa pemiliknya?
Rasanya
tak sanggup lagi melanjutkan renungan ini, tak ada gunanya Cuma merenung tanpa
memberikan solusi, lebih baik gunakan hati yang jernih berbuat semampu kita
untuk menjawab tantangan yang ada dinegeri kita yang tercinta ini.
Pada
Bulan Ramadhan seperti ini biasanya kaum peminta/ pengemis akan semakin banyak
bertambah jumlahnya dan akan menagkal dimana-mana terutama di tempat-tempat
ibadah, diematis memang kaau kita
membahas kehidupan pengemis, bukan tidak pantas kita mengkritisi, karena
itu diangap “pekerjaan” alternatif bagi mereka yang tidak memiliki keahlian/
kemampuan dan merasa lebih baik dari pada mencuri/ mencopet untuk memertahankan
hidup.
Bukan
hanya pada waktu bulan Ramadhan, pada saat merayakan hari raya umat muslim dan
umat lainnya kita hanya bisa menundukan wajah, bagaimana kita akan mampu
mengangkat wajah kita dengan bangga bila sebagian dari bangsa kita menjadi
pengemis dadakan, tak jarang kita lihat dan dengar melalui televisi/ koran/ radio banyak bagian
dari bangsa ini rela mengantri dan berdesak-desakan demi angpao yang berisi bebrapa
puluhan ribu rupiah, rela antri berdesak-desakan bakan sampai jatuh korban pada
saat pembagian zakat, rela berhimpit-himpitan sampai jatuh korban dari
anak-nakan sampai lansia pada saat pembagian 1 Kg daging korban.
Ya,
begitulah selain tempat ibadah, pada bulan Ramadhan seperti ini para pengemis
banyak manggak ditempat-tempat strategis seperti ampu merah, pusat
perbelanjaan, tempat pariwisata dan yang lain-lain, mereka memanfaatkan
memoentum yang pas untuk mengemis, dimana umat islam lagi dianjurkan untuk
bersedekah, sehingga penghasilan para pengemis akan bertambah signifikan pada
Bulan Ramadhan.
Sedangkan
pemerintah sering kali menghimbau untuk tidak memberikan sesuatu pada pengemis
baik dengan berbagai sapanduk, selogan dan lain sebaginya, itu salah satu
reaksi pemerintah untuk mengurangi bahkan menghilangkan menjamurnya pengemis
dan Gepeng dadakan, padahal pada saat indonesia merdeka telah disusun
Undang-Undang Dasar 45 yang pada pasal 34 berbunyi “ Fakir miskin dan anak
terlantar dipelihara oleh negara”
Untuk
melaksanakan amanat undang-undang tersebut Pemerintah telah memberikan
subsidai, memeberikan pelatihan dan ketrampilan, rumah singgah, panti dan
lain-lain bagi pengemis dan geeng tersebut, tetapi hal tersebut sudah tidak
diminati lagi oleh para pengemis tersebut, karena hasil dari mengemis lebih
menjajikan. Tidak memerlukan tenaga, fikiran dan kentrampilan untuk dapat
menghasilkan uang.
Sumber :
http://www.majamojokerto.com
Lalu
bagiman sikap kita? Menhadapi para pengemis/ pengamen yang kadang kta jumpai
diperempatan lampu merah, kadang-kadang dengan membawa anak balita yang
berpakaian kumal dengan mengiba menengadahkan tangan ke kita? memang siah kita
bisa berargumentasi dengan memberi uang kepada mereka seakan-akan kita
memotivasi mereka untuk terus mengemis
tetapi
kita juga bisa beragumen bahwa Rasulullah SAW meneladankan pada kita untuk
memberi sedkah kepada peminta-minta.
Lalau
apa sikap kita? Menurut saya pribadi ya tergantung, tergantung kemampuan kita
untuk berkontribusi terhadap kehidupan mereka, kalau kita memilih untuk tidak
meberi uang terhadap mereka maka kita hraus bisa memerikan mereka pendikan,
membekali mereka dengan ketarmpilan dan meberikan mereka pekerjaan yang layak
bagi mereka, sehingga mereka mampu mandiri.
Tetapi
kalau kita tidak dapat embatu kecuali dengan memberikan uang kepada mereka,
maka lakukan itu, karena kita memang dainjurkan untuk memerikan sedekah kepada
para peminta-minta, memberikan makan kepada yang kelaparan dan seterusnya.
Lalau
bagaimana jika uang yang kita berikan tai digunakan bukan untuk pada tempatnya,
yang mengeis itu bukan fakir miskin dan uangnya dipakai buat beli hendphone
atau barang-barang mewah lainnya misalnya, atau bahkan untuk membeli
minum-minuman keras, atau barang terlarang lainnya.
Ya
tak usah pusing-pusing, itu kan tanggung jawab mereka terhadap Alah SWT, kita
hanya dianjurkan untukbersedakah, bukan untuk ber su’udzon, kita diperintahkan
bersedakah dengan ikhlas dengan apa yang kita sedekahkan.
Wallahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar